Nikmati Liburan dengan Kunjungi Pameran Lukisan dan Gebyar Budaya Muhammadiyah - Blog Karya Arek Suroboyo

Sabtu, 30 Desember 2023

Nikmati Liburan dengan Kunjungi Pameran Lukisan dan Gebyar Budaya Muhammadiyah

*Semua foto berasal dari dokumen pribadi


SURABAYA – Liburan, momen yang ditunggu semua orang. Melepas penat sejenak dari hiruk pikuk kehidupan. Sekedar keliling kota, menikmati keindahan alam bersama orang tersayang, atau cukup di rumah saja sambil mengerjakan hobi yang disukai, ternyata bisa menghilangkan stress yang senantiasa tersimpan pada diri. Apa hobi yang akan kalian lakukan saat berlibur?

Saya juga memiliki banyak hobi lhoo. Selain menulis artikel, saya gemar meluangkan waktu untuk melukis. Melampiaskan emosi, ide hingga perasaan ke dalam lukisan, membuat saya merasa jauh lebih tenang dan mendapat kepuasan pribadi. 

Maka, hari Sabtu siang (23/12/2023), saya berkesempatan mengunjungi Pameran Lukisan dan Gebyar Budaya Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Lembaga Sosial Budaya dan Olahraga Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.

Mewakili SMA Muhammadiyah 4 Surabaya (SMAMIV), saya serta siswa-siswi yang hadir ditemani guru pendamping, berangkat menuju lokasi Balai Budaya Surabaya. Yuk ikuti saya berpetuang menelusuri hal unik disana!.


Alun-Alun Kota Surabaya dan Sejarah di Baliknya


Begitu tiba, saya cukup kagum terhadap bagian luar gedungnya. Warna cat yang dominan putih dan pintu-pintu lebar di seluruh sudut ruangan, mampu memberi kesan estetik tapi masih mempertahankan nuansa  bangunan kuno. Walau keadaan cuaca panas terik, ternyata cukup ramai pengunjung berdatangan. Kami langsung diarahkan ke eskalator beratap kaca yang mengarah turun. 

Setelah berada di bawah, kami berjalan melewati lorong. Di sisi kiri lorong, terlihat dindingnya yang dipenuhi berbagai foto dokumentasi kegiatan hari-hari besar di Surabaya. Menoleh ke sisi kanan, ada sekumpulan alat musik tradisional tersusun rapi. Yap, gamelan. 

Gamelan ialah instrumen musik ansambel tradisional Indonesia yang dimainkan dengan cara memadukan gambang, gendang, gong, saron, bonang, suling dan sejenisnya. Mirisnya kini, alat musik gamelan telah sepi peminat sebab perlahan tersaingi oleh kemajuan teknologi musik modern yang bertambah canggih.


Balai Budaya Surabaya yang masih satu area di daerah Alun-Alun Kota Surabaya dulunya bernama De Simpangsche Societeit, pusat perkumpulan orang Belanda berekreasi, hiburan, dan pesta ria. Di tempat ini, mereka melepas penat dengan menyetel musik, berdansa, bermain billyard sampai bola bowling. Dapat dibilang semacam klub kaum sosialita.

Mengutip sumber informasi yang beredar, di tahun 1970-an, gedung De Simpangsche Societeit resmi diubah menjadi Balai Pemuda Surabaya. Di masa kepemimpinan Walikota Tri Rismaharini, Balai Pemuda Surabaya direvitalisasi total, sering dipakai untuk acara-acara seni dan menambah fungsi sebagai Alun-Alun Kota.


Peralatan Makan dan Minum De Simpangsche Societeit



Memasuki tempat utama, pameran lukisan semakin dipadati lautan manusia. Lukisan-lukisan yang terlihat cantik di kejauhan, sekejap menarik minat saya. Namun sebelum menghampiri, saya sempat memperhatikan peralatan makan dan minum kaca yang ditampilkan di tengah pameran. 

Berdasarkan penjelasan yang tertera, kumpulan gelas, piring dan garpu tersebut digunakan ketika para ekspatriat Belanda, Inggris maupun bangsa Eropa lain sedang makan malam di gedung De Simpangsche Societeit. Sayang, kebanyakan rakyat pribumi di zaman itu dipekerjakan menjadi pelayan, juru masak, atau pramusaji.


Lukisan Sarat Makna Karya Pelukis Inspiratif


Usai mengalihkan perhatian sejenak dari pameran, saya akhirnya memutuskan berjalan-jalan memandangi lukisan yang dipajang. Harus saya akui, sungguh keren. Aktivitas manusia, pemandangan laut, hutan, hingga kaligrafi yang seolah tampak nyata, masing-masing memakai teknik sesuai ciri khas pelukisnya. Terdapat pula booth khusus bagi lukisan yang dijual serta jasa menggambar sketsa wajah pengunjung.



Setiap lukisan pasti mempunyai makna tertentu, contohnya seperti lukisan Lepas Bebas Menari milik pelukis Virgorina Hendrianti. Sewaktu pertama kali mengamati, saya merasakan keunikan pada teknik pewarnaan beliau yang didominasi warna gelap. 

Tidak banyak keterangan di bawah lukisan, tapi saat dihubungi, ia mengungkap bahwa lukisan tadi mengandung makna pribadinya selaku seorang seniman. "Penari bergerak bebas di lukisan, menggambarkan saya yang sudah merasa lepas dalam berkarya sehingga leluasa menggoreskan cat layaknya mereka yang bebas berekspresi" tutur Virgorina.


Baru sebentar berjalan, saya kembali menemukan lukisan menarik. Jauh berbeda dengan kebanyakan lukisan yang berisi berbagai objek spesifik, lukisan yang judulnya Bertahan ini digambar secara abstrak. Torehan cipratan cat di kanvas menciptakan suatu objek yang ternyata berupa setangkai bunga. 

Sang pelukis, Paulina Soesri berkata "apabila bunga terkena badai, ia tidak layu. Justru, bunga akan bertahan kuat. Tumbuh mekar diiringi kelopaknya yang cerah". Begitu pula kita, meski rintangan dan ujian selalu hadir, tetaplah bersabar. Jika kita yakin dan berpasrah kepada Sang Pencipta, pasti segala masalah apapun mampu terselesaikan.


Dedikasi Inge W. Benjamin untuk Wanita Lewat Lukisan Berpuisi

Cukup lama saya menetap di pameran. Ketika hendak keluar, sekilas saya menemukan satu lukisan di pojok. Wah, sebuah lukisan berpuisi?!. Saya segera mendekatinya. Puisi berjudul Ibunda dan Ananda langsung mengingatkan saya tentang Hari Ibu yang diperingati tanggal 22 November lalu. Penasaran, saya kemudian memberanikan diri mencari tau mengenai latar belakang pelukis.

Inge W. Benjamin, atau yang akrab disapa Inge, sudah berkiprah selama sekitar 13 tahun di dunia melukis. Berawal dari latar belakang profesinya yang bekerja sebagai dokter sekaligus pernah berpengalaman mendalami ilmu psikologi, Inge prihatin atas kondisi kesehatan jiwa raga manusia di lingkungan sekitar. 

Terlebih saat melayani ibu melahirkan, Inge menyadari jumlah perempuan yang lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Ia pun tergerak membantu nasib wanita agar membentuk kehidupan harmonis, sejahtera, bebas konflik dan kekerasan rumah tangga.


Mengawali niat, Inge mulai belajar melukis sepanjang 4 tahun secara otodidak. Di beberapa lukisan, ia menambahkan puisi yang makin melengkapi maksud karyanya. Lambat laun, puisi menjadi karakteristik di setiap lukisan yang Inge hasilkan. "Saya memang bukan penyair (pencipta puisi). Saya menulis kalimat apa saja yang mengalir di kepala setelah selesai melukis" ungkap ia.

Untuk mengenalkan 52 hasil lukisannya ke khalayak umum, Inge membuat galeri yang ia juluki Omah Pojok. Melalui Omah Pojok, Inge memberikan mereka pemahaman terhadap cara asuh mendidik anak yang tepat serta program sosialisasi konseling gratis atau berbincang-bincang santai membahas kesehatan mental. Ia tulus mendedikasikan waktunya bagi masyarakat.

Inge berkata, lukisan Ibunda dan Ananda mengisahkan tentang ibu dan anak bergandengan tangan, dimana ibu itu adalah anak tunggal perempuan Inge, sedangkan anak yang digandeng adalah cucu Inge yang autis. Ia ingin menggambarkan betapa hebat perjuangan ibu menyayangi anaknya, tak peduli bagaimana pendapat orang.

Hingga sekarang, Omah Pojok yang terletak di Jalan Gayungsari masih dibuka. Ia mempersilahkan siapapun berkunjung tanpa mematok biaya, asalkan telah mengatur janji pertemuan dengan Inge. Di Omah Pojok pula, ia mengajarkan cara melukis kepada anak-anak kecil dan bergembira bersama mereka. 



Asyiknya Menonton Latihan Drama

Oh iya, sebelum pulang, kami sempat mampir ke ruang khusus bioskop. Di dalam, sedang ada latihan gladi bersih pertunjukan drama yang akan tampil di malam hari. Entah tema apa yang dibawakan nanti, namun melihat dari pakaian pemain juga dialognya, mungkin mereka memerankan drama kolosal, yakni sejenis drama yang mengangkat peristiwa masa lampau.



Salah satu siswi SMAMIV, Aurelia Sarah, mengaku tertarik akan lukisan kartun bergaya fantasi yang ditampilkan di pameran. Menurut ia, walaupun lukisan tersebut berisi karakter tokoh-tokoh yang lucu, sebenarnya ada banyak makna tersembunyi di balik kerapihan, kesederhanaan serta pewarnaannya.

Avellina Vita Shadillah, siswi SMAMIV lain, lebih menyukai lukisan bergaya realis. Sebab, lukisan realis dapat membuat Avel merasa seolah berada di momen yang sama "keren, soalnya mirip banget sama objek asli".



Seru bukan? semoga pembaca setia mampu memanfaatkan waktu liburan sebaik-baiknya dengan tetap menjalankan kewajiban beribadah tepat waktu ya. Have a nice day!. (*)


Penulis dan pemilik blog: Alessandra Maura Raihanna

Terimakasih telah mengunjungi blog ini. Nantikan selalu update berita dari kami.