Mengungkap Cerita Rety Krisna, Guru Inspiratif Tanpa Tanda Jasa - Blog Karya Arek Suroboyo

Sabtu, 16 Desember 2023

Mengungkap Cerita Rety Krisna, Guru Inspiratif Tanpa Tanda Jasa

*Semua foto berasal dari dokumen pribadi


SURABAYA – Takdir kita semua tentu berbeda-beda. Ada yang terlahir beruntung, memiliki keluarga harmonis, berkecukupan, ditambah hidup terjamin. Ada pula yang memiliki keluarga kurang mampu, sehingga mereka harus bersusah payah dahulu jika ingin bisa tetap bersekolah atau hanya sekedar makan sehari-hari.

Namun, kelebihan dan kekurangan sama sekali bukan penentu kesuksesan seseorang di masa depan. Bagi mereka yang gigih berjuang, maka perlahan pasti akan membuahkan hasil.

Ya, sesuai judul, ini merupakan kisah nyata Rety Krisna Damayanti yang kerap disapa Rety. Mungkin, kebanyakan remaja umumnya gemar bersolek, mengikuti tren fashion, hingga berkelana menikmati waktu. Alangkah berbeda dengan Rety, yang sedari belia telah menghadapi kerasnya takdir hidup. Ketangguhan beliau patut menginspirasi dan mengajari banyak orang, terlebih kalangan wanita.


Masa Kecil dengan Keterbatasan


Masa kecil Rety dapat dikatakan kurang bahagia layaknya anak-anak lain. Rety lahir di Surabaya dan tinggal bersama keluarga pas-pas an, dimana ia adalah anak ke-4 dari 6 bersaudara. Ayah bekerja sebagai wiraswata percetakan, sedangkan ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang juga penjahit di rumah.

Umur Rety yang terlalu muda sehingga tidak diterima di SD Negeri, membuat ia terpaksa bersekolah di SDK Santa Amalia Surabaya, sebuah Sekolah Dasar Kristen yang terletak di Jl. Ngagel Dadi. Kala itu, ia sering terlambat membayar SPP sebab kekurangan ekonomi. Tapi, berkat kecerdasan dan potensi yang dianugerahkan, Rety berhasil masuk SMP dan SMA ter-favorit di kota Surabaya melalui jalur nilai, yakni SMPN 12 Surabaya serta SMAN 5 Surabaya.


Jatuh Bangun Korbankan Cita-Cita

Kehidupan Rety semakin berliku-liku saat ditinggal ayahanda wafat. Menginjak kelas 3 SMA, ia ikut mencari biaya tambahan dengan menjadi penjaga wartel. 5 tahun setelah lulus, Rety memutuskan melamar kerja menjadi pegawai kantor pos.

Tahun 2003, sembari berkuliah di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, ia tergabung dalam LBB (Lembaga Bimbingan Belajar) Chibeta yang mengajar secara berkeliling menuju rumah ke rumah. "Karena ada kesempatan ditawari kerja, langsung saya terima aja sekalian buat bantu orangtua" tutur Rety.

Sayang, mimpi Rety membawa gelar sarjana seperti mahasiswa mau tak mau harus pupus. Belum genap 4 tahun, kuliah Rety terhenti. Meski sempat kembali merintis kuliah di Universitas Terbuka Surabaya, namun lagi-lagi tidak selesai. Daripada berkuliah, ia memilih menggunakan uang yang didapat untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


Awal yang Mengubah Hidupnya


Waktu terus berjalan. Rety kemudian menggelar pernikahan sederhana bersama pria pujaan hati yang pernah ia temui di kantor pos, Raden Erlan Wibisono. Ditemani sang suami, Rety merintis karir berdua. Suatu hari, seorang tetangga menyarankan ia supaya membuka jasa les sendiri. Usai berpikir panjang, Rety mantap memutuskan keluar dari LBB Chibeta, lalu memulai usaha les di sebuah kos-kos an kecil tepat di samping SMPN 16 Surabaya.

Perjuangan mereka bukan hal yang mudah diraih dalam waktu singkat. Rety yang ketika itu telah melahirkan anak pertama, mendaftarkan diri menjadi guru pada tahun 2010 di TK Mekarsari Surabaya. Sambil menjalankan usaha les, Erlan mengaku bahwa mereka juga menghasilkan pendapatan lain hasil berdagang aneka produk. "Kita jualan macam-macam. Mulai kering tempe, jagung bakar, minuman sachet, koran dan majalah".

Nominal pembayaran yang tergolong murah serta sistem mengajar yang optimal, menjadikan usaha les Rety lambat laun dikenal penduduk sekitar melalui mulut ke mulut. Murid-murid yang tampak nyaman dibimbing, senang menceritakan pengalaman diajari oleh Rety, yang membuat teman mereka tertarik ikut bergabung. Rety memperlakukan semua anak penuh cinta kasih. Baik yang normal, berkebutuhan khusus, bahkan cacat fisik, ia anggap sama tanpa membedakan.


Pantang Mundur Tiada Henti


Panas terik atau hujan lebat tak menghalangi pribadinya agar terus maju. Mengabdi sebagai guru kurang lebih 13 tahun, tentu Rety dihadapkan beberapa masalah. Di dunia pendidikan Indonesia, seringkali ia temui ketidakcocokan antara ilmu yang diajarkan sekolah dengan ilmu sebenarnya, perbedaan karakter anak didik dan orangtua, perubahan jadwal ujian sekolah yang mendadak, sampai kecurangan guru tertentu apabila memberi nilai.

Beragam rintangan pun dialami Rety ketika berbisnis. Sewaktu pandemi Covid-19 melanda, usaha les sempat berhenti total selama 3 bulan demi keamanan pelajar. Ia kemudian berusaha memutar otak mencari penghasilan pengganti. "Saya inisiatif jualan online jajanan keripik, obat obat an, sama hand sanitizer. Karena banyak walimurid yang ingin usaha les tetap dibuka, akhirnya mereka saya masukkan jadi beberapa sesi dan menerapkan protokol kesehatan ketat" ungkap perempuan kelahiran 1978 itu.


Keputusan Terberat dalam Karir


Jumlah murid yang ia ajari selalu bertambah tiap tahun. Selepas pandemi Covid-19, aktivitas kembali berjalan normal. Rety cukup sulit mengatur waktu untuk bekerja di TK sekaligus mengurus usaha les. Kondisi tersebut mengharuskan ia mengambil keputusan yang paling tepat. Dengan pertimbangan matang dan dukungan keluarga, di bulan Juli 2022, Rety mengundurkan diri sebagai guru TK Mekarsari Surabaya, lalu berfokus meneruskan usaha les nya.


Bangkit, Fokus dan Tumbuh


Kini, usaha les Rety kian berkembang. Hingga akhir 2023, tercatat sekitar 150 siswa-siswi TK dan SD tergabung dalam les. Ia memperkirakan frekuensi ini akan meningkat apalagi menjelang awal tahun.

Rety berharap, suatu saat usaha les nya mampu membawa perubahan bagi sistem pendidikan Indonesia yang selain memberikan ilmu akademis, juga memberikan ilmu moral. Sehingga di masa depan terwujud kader yang berperikemanusiaan, empati, simpati, menjunjung tinggi attitude dan tenggang rasa. Sebab, nilai adab jauh lebih utama dibanding ilmu.

Sekarang, usia beliau memang tak lagi muda. Namun, pahit manis perjalanan justru semakin mengobarkan semangat pantang menyerah di jiwa Rety. Dari nya kita dapat mengambil pelajaran bahwa dengan senantiasa bersabar serta terus berjuang, maka badai kehidupan sekencang apapun pasti bisa dihadapi. "Kita wanita, kita dapat berpijak diatas kaki sendiri tanpa harus menggantungkan harapan terhadap lelaki" begitulah prinsip yang pernah ia ungkapkan.


Rety bukan tokoh pahlawan. Rety bukan artis terkenal. Rety bukan calon generasi emas. Tapi, ia sukses mendidik ratusan murid yang nanti berpotensi mengharumkan nama bangsa. Ia percaya, dedikasinya akan berbuah manis.

Saya Alessandra. Rety adalah idola saya, kebanggaan saya, dan ibu saya tercinta. (*) 


Penulis dan pemilik blog: Alessandra Maura Raihanna

Terimakasih telah mengunjungi blog ini. Nantikan selalu update berita dari kami.